Sebuah pertanyaan untuk direnungkan.
Apakah sebuah ”Penilaian Mendorong Pembelajaran ?” atau apakah ”pembelajaran
itu untuk mempersiapkan sebuah tes ? ” atau apakah ’Pembelajaran dan Tes’ tersebut
dilakukan guna mendapatkan pengakuan tentang kompetensi yang diperlukan siswa
atau sekolah? Dalam pelaksanaan konsep PAIKEM, penilaian dimaksudkan untuk
mengukur tingkat keberhasilan siswa, baik itu keberhasilan dalam proses maupun
keberhasilan dalam lulusan (output).
Keberhasilan proses dimaksudkan bahwa
siswa berpartisipasi aktif, kreatif dan senang selama mengikuti kegiatan
pembelajaran. Sedangkan keberhasilan lulusan (output) adalah siswa mampu
menguasai sejumlah kompetensi dan standar kompetensi dari setiap Mata
Pelajaran, yang ditetapkan dalam sebuah kurikulum. Inilah yang disebut efektif
dan menyenangkan. Jadi, penilaian harus dilakukan dan diakui secara komulatif.
Penilaian harus mencakup paling
sedikit tiga aspek : pengetahuan, sikap dan keterampilan. Ini tentu saja
melibatkan Professional Judgment dengan memperhatikan sifat obyektivitas dan
keadilan. Untuk ini, pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan
Patokan (PAP) merupakan pendekatan penilaian alternatif yang paling representatif
untuk menentukan keberhasilan pembelajaran Model PAIKEM
Media dan bahan ajar. ”Media dan
Bahan Ajar” selalu menjasi penyebab ketidakberhasilan sebuah proses
pembelajaran di sekolah. Sebuah harapan yang selalu menjadi wacana di antara
para pendidik/guru kita dalam melaksanakan tugas mengajar mereka di sekolah
adalah tidak tersedianya ’media pembelajaran dan bahan ajar’ yang cukup
memadai. Jawaban para guru ini cukup masuk akal. Seakan ada korelasi antara
ketersediaan ’media bahan ajar’ di sekolah dengan keberhasilan pembelajarn
siswa. Kita juga sepakat bahwa salah satu penyebab ketidakberhasilan proses
pemblajarn siswa di sekolah adalah kurangnya media dan bahan ajar. Kita yakin
bahwa pihak manajemen sekolah sudah menyadarinya. Tetapi, sebuah alasan klasik
selalu kita dengar bahwa ”sekolah tidak punya dana untuk itu”!.
Dalam pembelajaran Model PAKEM,
seorang guru mau tidak mau harus berperan aktif, proaktif dan kreatif untuk
mencari dan merancang media/bahan ajar alternatif yang mudah, murah dan sederhana.
Tetapi tetap memiliki relevansi dengan tema mata pelajaran yang sedang
dipelajari siswa. Penggunaan perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat
ideal, tetapi tidak semua sekolah mampu mengaksesnya. Tanpa merendahkan sifat
dan nilai multimedia elektronik, para guru dapat memilih dan merancang media
pembelajaran alternatif dengan menggunakan berbagai sumber lainnya, seperti
bahan baku yang murah dan mudah di dapat, seperti bahan baku kertas/plastik,
tumbuh-tumbuhan, kayu dan sebagainya, guna memotivasi dan merangsang proses
pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
Media simulasi untuk pembelajaran
PAKEM tidak selalu harus dibeli jadi, tetapi dirancang bisa dirancang oleh
seorang guru mata pelajaran sendiri. Guru dituntut lebih kreatifdan memiliki
kesempatan untuk mengembangkan ide dan inofatifnya.. Jadi, model ’pembelajaran
aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan’, atau yang kita sebut dengan PAKEM
itu tidak selalu mahal. Unsur kreatifitas itu bukan terletak pada produk/media
yang sudah jadi, tetapi lebih pada pola fikir dan strategi yang digunakan
secara tepat oleh seorang guru itu sendiri dalam merancang dan mengajarkan
materi pelajarannya.
Dalam merancang sebuah media
pembelajaran, aspek yang paling penting untuk diperhatikanoleh seorang guru adalah
karakteristik dan modalitas gaya belajar individu peserta didik, seperti dalam
pendekatan ’Quantum Learning’ dan Learning Style Inventory’. Media yang
dirancang harus memiliki daya tarik tersendiri guna merangsang proses
pembelajaran yang menyenangkan. Sementara ini media pembelajaran yang relatif
cukup representatif digunakan adalah media elektronik (Computer – Based
Learning).
Selanjutnya skenario penyajian ’bahan
ajar’ harus dengan sistem modular dengan mengacu pada pendekatan Bloom
Taksonomi. Ini dimaksudkan agar terjadi proses pembelajaran yang terstruktur,
dinamis dan fleksibel, tanpa harus selalu terikat dengan ruang kelas, waktu
dan/atau guru. Perlu dicatat bahwa tujuan akhir mempelajari sebuah mata
pelajaran adalah agar para siswa memiliki kompetensi sebagaimana ditetapkan
dalam Standar Kompetensi (baca Kurikulum Nasional). Untuk itu langkah/skenario
penyajian pembelajarn dalam setiap topik/mata pelajaran harus dituliskan secara
jelas dalam sebuah Modul. Dengan demikian diharapkan para siswa akan terlibat
dalam proses pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dan bermakna (Meaningful
Learning).
0 komentar:
Posting Komentar